The Wanderer

Sep 16, 2019

Bagan Siapi-Api, Kota Seribu Kubah

Aku pertama kali mengunjungi kota Bagan Siapi-api di tahun 2014 ketika sedang bertugas di Kota Dumai, Provinsi Riau. Saat itu aku masih bekerja di sebuah perusahaan penerbangan domestic yang melayani rute-rute perintis. Kebetulan, perusahaan tempatku bekerja waktu itu membuka rute baru Jakarta - Dumai, maka datanglah aku ke Dumai untuk set up office & market.

Untuk memperkenalkan rute penerbangan baru kami, aku mengunjungi beberapa kota di sekitar Dumai seperti Duri, Bengkalis,  Ujungtanjung, dan Bagan Siapi-api. Diantara beberapa kota yang aku kunjuni, kota Baganlah yang meninggalkan kesan mendalam dan aku selalu inginnn kembali ke sana. Bahkan sampai saat ini... kadang aku masih suka berkhayal kembali ke kota Bagan :) Apa sih istimewanya kota Bagan?

Menurut cerita dari penduduk setempat, Bagan Siapi-api dulunya adalah sebuah kota yang terisolir. Jika dilihat dari lokasinya, memang iya sih, letaknya jauh dari jalan utama lintas Sumatra Jawa. Terletak di ujung pesisir Selat Malaka, dibutuhkan waktu kurang lebih dua jam menembus perkebunan sawit untuk tiba di Bagan Siapi-api. Jika tidak memiliki kepetingan, orang tidak mungkin akan memasuki wilayah kota Bagan. Kota Bagan mulai terhubung dengan kota sekitar dan berkembang sejak dibangunnya insfrastruktur jalan. Dulunya kota Bagan hanya bisa diakses melalui jalur laut dari pelabuhan Dumai dan Medan.

Walaupun akses kota Bagan mulai terbuka, akan tetapi kota Bagan tetap menjaga keasliannya sebagai kota klasik yang kaya akan budaya dan sangat menarik untuk dikunjungi. Tapi bukan berarti kota Bagan adalah kota yang terbelakang loh, justru malah sebaliknya. Kota Bagan pernah menjadi daerah penghasil ikan terbesar kedua setelah kota Bergen di Norwegia pada tahun 1920an. Industri perikanan telah membuat kota Bagan menjadi sebuah kota modern dengan fasilitas yang lengkap jika dibandingkan dengan daerah di sekitarnya. Kota Bagan juga pernah memiliki galangan kapal tradisional terbesar di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan. Sayangnya, saat ini kota Bagan bukan lagi merupakan kota nelayan terbesar. Endapan lumpur yang dibawa oleh sunagi Rokan telah menyebabkan pendangkalan di daerah pesisir pantai Bagan. Galangan kapal tradisonal yang dimiliki kota Bagan juga telah mati suri karena keterbatasan bahan baku. Namun, kota bagan tetaplah menarik walaupun sudah tidak seramai dulu.

The most interesting part of Bagan Siapi-api is its classic ambiance. Feel nya beda ketika kita memasuki kota Bagan, sama seperti ketika kita baru tiba di Pulau Bali atau Jogjakarta. Kalian ngerasain juga ngga sih ketika menginjakkan kaki memasuki Pulau Bali atau Jogja, kita akan merasakan suasana dan mood yang berbeda, apalagi ketika baru memasuki arrival hall di airport dan disambut oleh alunan musik tradisional. Kalo saya sih biasanya gitu, walaupun udah sering ke Bali ataupun Jogja, tetap saja merasakan suasana yang berbeda ketika baru tiba. Alright, back to Bagan Siapi-api. Seperti apa sih klasiknya kota Bagan? Kotata Bagan kental dengan nuansa Melayu Tionghoa. Kota Bagan memang memiliki banyak komunitas Tionghoa, bahkan terdapat beberapa komunitas berdasarkan marga di kota Bagan masing-masing memiliki klenteng tersendiri. Melalui komunitas-komunitas inilah budaya Tionghoa tetap terpelihara di kota Bagan. Asal usul leluhur kota Bagan memang berasal dari daratan Tiongkok. Berawal dari beberapa keluarga Tionghoa yang berlayar mencari kehidupan yang baru di tempat yang baru hingga sampailah mereka di kota Bagan. Kata Bagan memiliki arti tempat penampungan ikan, sedangkan Siapi-api memiliki makna cahaya. Para imigran dari Tiongkok tersebut melihat cahaya dari kejauhan dan berlayar menuju ke cahaya tersebut yang ternyata adalah sekumpulan kunang-kunang. Begitulah mereka tiba di Bagan Siapi-api dan seketika itu pula mereka memutuskan untuk menetap karena Bagan Siapi-api adalah tempat yang nyaman untuk mereka tinggali dan memiliki kekayaan hasil laut yang melimpah. Ketika telah memutuskan untuk tinggal di kota Bagan, mpara imigran membakar kapal mereka sebagai ritual dan simbol bahwa mereka tidak akan kembali lagi dan akan menetap di tempat baru tersebut. Dari sinilah asal mula ritual tahunan bakar tongkang tercipta.

Rumah penduduk di kota Bagan kental sekali nuansa Melayu Tionghoa nya. Di sebuah ruas jalan di tengah kota Bagan, berjejer rapi rumah-rumah kayu dengan halaman yang luas dan atribut khas melayu Tionghoa. Halaman rumah rata-rata digunakan sebagai kedai-kedai tradisional yang selalu ramai baik di siang maupun malam hari, terlebih di malam hari, warga berkumpul untuk saling bercerita sambil menikmati secangkir kopi Bagan. Rumah-rumah kayu tersebut tidak memiliki ruang tamu karena bagian terdepan di dalam rumah biasanya digunakan sebagai tempat ibadah. Mereka menerima tamu di halaman rumah. Di Kota Bagan banyak sekali bisa kita temui keda-kedai tradisional, terutama kedai kopi tradisional. Kopi Bagan memiliki citarasa khas kopi Sumatra pada umumnya, pekat dan nikmat :D

Rumah Penduduk Bagan Siapi-api

Bagian Depan Rumah Berfungsi Sebagai Kedai Tradisional

Suasana  malam di kota Bagan cukup ramai juga untuk ukuran kota kecil. Kedai-kedai tradisional di sepanjang jalan ramai oleh pengunjung. Kamipun memutuskan untuk menikmati suasana malam kota Bagan. Kami berjalan menuju ke kedai kopi tradisional untuk menikmati secangkir kopi Bagan. Beruntunglah kami menginap di hotel tengah kota sehingga mau kemana-mana bisa ditempuh dengan jalan kaki. Kalau mau naik kendaraan umum sih yang tersedia hanya bentor saja (becak motor). Tetapi itupun jumlahnya tidak banyak. Setelah menikmati kopi, kami melanjutkan perjalanan ke pusat kota Bagan. Kami mengunjungi sebuah klenteng di pusat kota dan alun-alun kota Bagan.


Klenteng Ing Hok Kiong

Klenteng Ing Hok Kiong dibangun pada tahun 1875. Pada awalnya, klenteng tersebut dibangun sebagai tempat sembahyang kepada Dewa Kie Ong Ya. Dewa Kie Ong Ya sangat penting dalam sejarah berdirinya kota Bagan. Dewa Kie Ong Ya dipercaya telah menuntun para imigran dari Fujian menemukan daratan kota Bagan ketika mereka sedang bimbang & kehilangan arah di tengah lautan.

Saat ini klenteng Ing Hok Kiong digunakan untuk aktifitas keagamaan seperti Cap Go Meh dan upacara kematian, dan juga sebagai titik awal pergerakan replika tongkang dalam festival bakar tongkang.

Klenteng Ing Hiok Kiong

Keesokan harinya, kami mulai mengunjungi bank dan kantor-kantor dinas kota Bagan untuk memperkenalkan rute baru kami. Kompleks dinas Bagan Siapi-api memiliki atmosfer yang berbeda dari atmosfer di kawasan pemkiman penduduk. Pamukiman penduduk kental dengan nuansa Melayu Tionghoa, sedangkan komples dinas Bagan Siapi-api bernuansa Islami karena setiap banguan kantor dinas wajib memiliki kubah di atasnya. Oleh sebab itulah kota bagan terkenal dengan julukan kota seribu kubah.

Bagan Siapi-api, Kota Seribu Kubah

Kantor DPRD Bagan Siapi-api

Ada yang menarik di dalam kompleks dinas Bagan Siapi-api, yait sebuah bangunan menyerupai gedung putih dengan tambahan kubah di atasnya. Sekilas tampak seperti White House ya :) Bangunan tersebut merupakan gedung bru DPRD kota Bagan Siapi-api. Cantik & classy. Gedung tersebut mulai ditempati tahun 2017/2018. Setelah menempati kantor baru, gedung lama rencananya  akan dijadikan mess Pemda.

Gedung DPRD Kota Bagan


Pagoda Vihara Buddha Kirti

Vihara Buddha Kirti memiliki 2 pagoda yang terletak di sisi sebelah kiri dan kanan. Di dalam Vihara jkota Bagan khususnya pada perayaan" seperti Cap Go Meh dan Festival Bakar Tongkang. Jumlah tamu yang datang ke Bagan Siapi-api ketika Festival Bakar Tongkang berlangsung bisa mencapai puluhan ribu pengunjung. Tidak jarang tamu" tersebut tidak mendapat tempat tinggal karena keterbatasan penginapan di Bagan Siapi-api. Dengan adanya asrama di Vihara tentunya akan cukup membantu untuk mengakomodasi para tamu yang datang ke kota Bagan.

Vihara Buddha Kirti

Pagoda Vihara Buddha Kirti

Atraksi yang terkenal di kota Bagan adalah ritual bakar tongkang yang diselenggalarakan setiap tanggal 16 bulan ke - 5 penanggalan lunar. Setiap tahunnya, ritual bakar tongkang mampu menyedot wisatawan dari Malaysia, Singapura, Thailand, taiwan, hingga Tiongkok daratan.

I definitely fall in love at the first sight with Bagan Siapi-api & would love to return especially to attend the barge burn festival. Take me back please :))